SIAPA
LELAKI DI ATAS KUDA ITU
Ini
bumiku, angin di atas itulah nafas
telah
kuhirup sejak kukenal semesta
Jangan
mendekat, jangan ciptakan api
pada
rimba, pada gunung, pada belantara biru
Ini
tanahku, ladang pengembaraan permadani rumput
Embun
membasahi telapak, sejukkan semilyar jejak
Jangan
sentuh belukar daun dengan kemarau
laut
mendidih karena bara derita
Ini
rumahku, tempat istirahat dan menyusun langkah
Tempat
kubermimpi membangun mahligai dan puri-puri
Jangan
congkel daun jendela dengan linggis nafsu
merampok
taman bunga dan ruang tamu ketika bertemu
Ini
kebunku, tempat pepohonan lebat dan berbuah
tempat
kutanam harapan akan hidup di masa datang
Jangan
tebarkan bubuk hama pada penampang rumputan
alam
membusuk dalam jantung
(Siapa
lelaki di atas kuda itu, menerjang debu
Menembus
kabut mesiu: Akulah Diponegoro
Tak
sejengkal kan mundur, walau tubuh hancur
kan
kubela bumi persada, walau raga lebur)
dirgantara,
februari 2011
KELEBIHAN:
Puisi karya Tengsoe
Tjahjono yang berjudul “siapa lelaki di
atas kuda putih itu” merupakan potret seorang pahlawan Indonesia yang
memiliki semangat berkobar-kobar untuk mempertahankan negara Indonesia. Dari
puisi Tengsoe Tjahjono sesungguhna ada pesan penting yang menarik untuk
dipahami, sekaligus sebagai bahan refleksi untuk siapapun dalam mengawal
penerus bangsa (pemuda) agar bersemangat menjunjung tinggi negara Indonesia.
Bahasayang
digunakanmudah dimengerti pembacanya. Terutama pembaca dengan usia sekolah
seperti siswa sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas.Baris demi
baris dalam puisi tersebut menggunakan bahasa secara umum sehingga untuk
memahaminya tidak harus mencari arti disetiap kata.
Pertanyaan puisi “siapa lelaki di atas kuda putih itu”adalah
siapakah yang dimaksud dalam puisi tersebut yang menggambarkan seseorang yang
penuh semangat berjuang mempertahankan negaranya. Akankah ada seorang pemuda
sebagai penerus bangsa ini yang bersemangat sepertinya?.
Jawabannya
terdapat pada bait terakhir puisi karya Tengsoe Tjahjono:
Akulah Diponegoro
Tak sejengkal kan mundur, walau tubuh hancur
kan kubela bumi persada, walau raga
lebur
KEKURANGAN:
Puisi “siapa lelaki di atas kuda putih itu”tidak
memiliki retorika bahasa yang menarik. Meskipun bahasa yang digunakan mudah
dimengerti oleh para pelajar sekolah menengah namun bahasa itu tidak menyugesti
pembacanya.
Sajak-sajak dalam puisi
ini yang terkesan pertama kali adalah judulnya. Semua hal yang diungkapkan
dalam puisi tersebut hanya berpatokan pada judul. Apabila kita masuk dalam
sajak-sajak itu, yang akan kita temukan hanyalah semangat untuk tanah airnya.
Tidak ada ungkapan rasa kepedihan ataupun keindahan. Dari pemilihan kata,
suasana, simbolisme yang dibangunlah yang menunjukkan semangat untuk tanah
airnya tersebut.
Ini bumiku, angin di atas itulah nafas
telah kuhirup sejak kukenal semesta
....................
Ini tanahku, ladang pengembaraan permadani rumput
Embun membasahi telapak, sejukkan semilyar jejak
............................
Ini rumahku, tempat istirahat dan menyusun langkah
Tempat kubermimpi membangun mahligai dan puri-puri
.........................
Ini kebunku, tempat pepohonan lebat dan berbuah
tempat kutanam harapan akan hidup di masa datang
...............
Tidak ada komentar:
Posting Komentar